Bab 2644
Begitu suara Davina terdengar, semua
orang langsung menoleh.
Dan saat mereka melihat Saka memeluk
Putri Davina, mata mereka langsung membelalak!
"Sial, di saat seperti ini, Saka
masih sempat menggoda Putri Davina? Apa dia benar-benar sehaus itu?"
Julio tidak tahu apakah dia harus
mengagumi keberanian Saka atau justru terkejut dengan kegilaan orang ini.
Galeno juga terdiam, menatap mereka
dengan ekspresi bingung sebelum akhirnya berkata, "Dia sudah jadi pemberontak,
tapi masih sempat memikirkan hal seperti ini? Sungguh nekat sampai ke
langit!"
Sementara itu, keluarga Romli yang
baru saja keluar, bersiap menghadapi pertempuran besar, langsung terpaku di
tempat. Mereka sampai meragukan apa yang dilihat mata mereka.
"Sumpah! Ini curna
kesalahpahaman! Aku bisa menjelaskan!"
Saka sendiri hampir menyumpahi
nasibnya. Ya, dia menang pria mesum, tetapi kali ini benar benar murni
kecelakaan!
Davina, yang wajahnya sudah memerah
padam, langsung menepis kata-katanya, "Aku mohon! Jangan jelaskan
lagi!"
Saka menghela napas dan berkata,
"Aku benar-benar nggak bersalah"
Davina menarik napas panjang, mencoba
menenangkan diri. "Aku percaya padamu!" ujarnya.
Akan tetapi, dia menambahkan dengan
suara rendah, "Tapi... bisa nggak, kamu lepaskan aku dulu?"
Baru saat itu Saka sadar, dia masih
memeluknya! Dia buru-buru melepas Davina. Putri Davina itu segera merapikan
pakaiannya dengan wajah merah menyala, ekspresinya campuran antara malu, marah,
dan frustasi. Dia bahkan menjaga jarak seolah olah Saka adalah seorang bajingan
mesum.
Saka menatap langit dengan pasrah.
Dia tahu. Sekalipun dia mandi di Sungai Kuning, nama baiknya tidak akan bisa
bersih lagi.
Lalu, mendadak, wajahnya berubah
garang. "Sialan! Semua ini salah Ardion! Kenapa dia belum juga mengirim
bala tentara?"
"Aku baru saja membunuh seorang
pangeran! Seharusnya dia sudah bereaksi sekarang! Ayo, kirim pasukanmu, dasar
berengsek!" makinya.
Saat ini...
Mendengar kabar itu, Ardion, yang
sedang memegang cangkir teh, mendadak membeku. Matanya melebar, tatapannya
tertuju pada utusan yang melaporkan berita itu. Dia tidak bisa mempercayai
telinganya. "Roni benar-benar dibunuh?"
"Iya! Benar! Kepala keluarga
Dinata sendiri yang mengirim kabar ini!" lapor bawahannya
Dia bahkan basah kuyup oleh keringat
dingin.
Bukan hanya Ardion, bahkan kepala
keluarga Syahrir dan para pejabat tinggi lainnya, semuanya membeku di tempat.
Yang mati adalah seorang pangeran.
Dan día mati begitu saja?
"Dia benar-benar seberani
itu?" tanya Kepala keluarga Syahrir sambil menatap tajam, matanya dipenuhi
keterkejutan dan ketidakpercayaan.
"Jangan-jangan ... ini perintah
dari Guru Negara?" bisik seseorang dengan ragu.
Begitu kalimat itu meluncur, seluruh
ruangan langsung sunyi
Saka pasti memiliki dukungan di
belakangnya!
Jika benar Guru Negara yang
memberinya restu, itu berarti hubungan antara Guru Negara dan Kaisar sudah
benar-benar putus!
"Yang Mulia, kita nggak mungkin
bisa menghadapi Guru Negara. Mungkin lebih baik jika Anda menanyakan langsung
pendapat Kaisar ..."
Kepala keluarga Syahrir menatap
Ardion dengan ekspresi penuh beban, lalu menelan ludah dengan sulit
Di sisi lain, Adelia juga ragu ragu,
ingin berbicara, tetapi menahan diri.
Ardion mengerutkan kening dalam dalam
sebelum akhirnya berkata, "Adelia tetap di sini. Yang lain keluar! Aku
perlu berpikir!"
Mereka yang ada di ruangan segera
bangkit dan keluar dengan ekspresi cemas.
Begitu ruangan kembali sunyi, Adelia
mengerutkan alis dan menatap Ardion dengan penuh keraguan." Jangan jangan
... Guru Negara sebenarnya masih berada di Kota Sentana?" tanyanya.
"Ada yang salah!"
Setelah berpikir lebih dalam, Ardion
akhirnya menyimpulkan, "Ini pasti bukan perintah dari Guru Negara,"
"Karena membunuh seorang
pangeran ... bukanlah gaya Guru Negara."
No comments: