Bab 2650
Begitu kata-kata itu terucap, wajah
Davina sedikit berubah.
Memang benar, sosok ini hanyalah
bayangan ilusi yang ditinggalkan oleh Guru Negara sebelum pergi. Dia berpesan
agar Davina hanya menggunakannya jika Saka benar-benar menghadapi bahaya hidup
dan mati.
Awalnya, Davina ingin memanfaatkan
nama besar Guru Negara untuk menekan lawan, tetapi bagaimanapun juga, ini
bukanlah Guru Negara yang sesungguhnya.
Orang-orang di sekitarnya pun
terkejut dan segera menoleh. Sosok Guru Negara itu diselimuti kabut tipis dan
tampak samar-samar, tetapi jika diperhatikan lebih teliti, jelas bahwa tubuhnya
bukanlah tubuh manusia nyata, melainkan terbentuk melalui teknik khusus...
Genta yang semula menegang pun sedikit
santai dan menghela napas lega.
"Bayangan ilusi? Lalu, kenapa?
Memangnya kalian bisa melawannya?" cibir Davina.
Adelia menatapnya dengan dingin lalu
berkata, " Kita serang perlahan saja! Bayangan ini bisa bertahan berapa
lama sih? Hajar!"
Begitu perintah itu terdengar, dua
pria bertopeng perunggu, satu berbaju hitam, satunya lagi putih langsung
bergerak untuk menyerang lagi.
Namun, tepat ketika mereka hendak
melangkah, tiba-tiba masing-masing merasakan sebuah tangan menekan bahu mereka
dari kanan dan kiri.
Sebuah suara tawa ringan terdengar.
"Kalian masih terlalu muda.
Jangan sia-siakan kesempatan ini, biarkan aku yang turun tangan."
Begitu suara itu terdengar, kedua
master ilahi tingkat sembilan itu langsung membeku di tempat. Semua orang
terkejut dan buru-buru menoleh ke arah sumber suara.
Yang terlihat adalah seorang lelaki
tua berambut putih seperti salju dengan wajah penuh kerutan, tetapi dia
tersenyum tenang.
Tak seorang pun tahu kapan tepatnya
dia muncul.
Sosoknya datang begitu tiba-tiba dan
seolah sudah lama bersembunyi di tempat ini tanpa ada yang menyadarinya.
Orang-orang mulai merasa waswas
karena tak ada yang mengenalnya.
Namun, begitu melihatnya, Adelia
justru berseri -seri dan segera memberi hormat, "Guru!"
Kerumunan sontak terkejut. Mereka
menatap lelaki tua itu dengan penuh keterkejutan. Bahkan seorang Tetua Agung
pun sampai turun tangan?
"Salam, Tetua Agung ... "
Genta juga segera maju dan memberi
hormat. " Tetua Agung, kamu datang untuk ... "
Tetua Agung tersenyum tipis lalu
menjawab, "Tentu saja untuk membasmi para pemberontak!"
Fakta bahwa dua master ilahi tingkat
sembilan menyerang Saka tetapi tak membuat Guru Negara muncul membuktikan satu
hal yaitu Guru Negara memang tidak berada di Kota Sentana!
Akhirnya, kabar itu terbukti benar!
Kini, bahkan Tetua Agung yang
terkenal sangat berhati-hati pun akhirnya muncul!
Semua orang tercengang. Menurut
rumor, sejak Guru Negara menghajarnya habis-habisan, Tetua Agung ini memilih
bersembunyi di kedalaman Paviliun Nawasta dan tidak pernah keluar lagi!
Tapi sekarang... dia malah muncul
untuk membantai murid Guru Negara?
Apakah Tetua Agung ini akhirnya ingin
kembali menunjukkan taringnya?
Genta yang tampaknya mengetahui
beberapa rahasia merasa terkejut dan segera berkata, "Tetua Agung turun
tangan sendiri... Apa kamu nggak takut Guru Negara?"
Tetua Agung meliriknya sekilas dan
berkata datar, " Kenapa kamu nggak bertanya saja kenapa Guru Negara nggak
takut kepadaku?"
Genta membelalakkan mata.
Tetua Agung mendengus dingin dan melanjutkan,
" Pertarungan antara aku dan Guru Negara dulu memang menghebohkan. Dia
memang punya sedikit kemampuan, tapi nggak cukup untuk membuatku bersembunyi
bertahun-tahun. Aku hanya merasa dia terlalu muda dan agresif, jadi aku memilih
untuk nggak berseteru dengannya agar orang luar nggak berpikir ada perpecahan
di dalam Negara Elang."
"Jadi Tetua Agung menutup diri
bertahun-tahun hanya demi Negara Elang?" tanya Genta.
"Tentu saja." Tetua Agung
mengangguk perlahan, tapi tiba-tiba mendengus marah. Dia melanjutkan, "
Siapa sangka Guru Negara malah nggak menghargai niat baikku dan membiarkan
muridnya menjadi seorang pemberontak!"
"Kalau begitu, aku pun nggak
perlu menahan diri lagi!"
Kata-katanya terdengar masuk akal.
Tapi tetap saja, beberapa orang masih
merasa ada sesuatu yang janggal. Apakah itu benar-benar alasan sebenarnya?
"Ngapain aku menjelaskan semua
ini pada kalian? Kalian mana mungkin mengerti..."
Tetua Agung hanya tersenyum tipis
saat melihat keraguan mereka. Dia melangkah maju tanpa menghiraukan bayangan
Guru Negara dan justru menatap lurus ke arah kediaman Guru Negara. Lalu, dia
berteriak lantang, "Kenapa kamu harus menggunakan bayangan ilusi untuk
menakut-nakuti orang? Kalau berani, keluar dan hadapi aku!"
Suaranya menggelegar dan menggema ke
seluruh kota tanpa henti!
Dalam sekejap, semua orang terdiam
dengan wajah penuh keterkejutan.
Menantang Guru Negara?
Dia serius?
Mereka langsung terdiam, semua mata
tertuju ke arah Kediaman Guru Negara. Namun, setelah beberapa saat, mereka
mendapati bahwa tidak ada sedikit pun respons dari sana.
Melihat hal itu, ekspresi Tetua Agung
tampak makin marah. Dia membentak, "Kamu membiarkan muridmu membunuh
pangeran, tapi kamu sendiri nggak punya keberanian untuk keluar dan
menghadapiku?"
"Keluar sekarang juga dan
berikan aku penjelasan!"
Namun, kediaman Guru Negara tetap
sunyi.
Tetua Agung tampaknya benar-benar
tersulut amarahnya. Dia kembali membentak, "Berani berbuat tapi nggak
berani bertanggung jawab! Apa kamu pantas disebut Guru Negara?"
"Selama ini kamu menyebarkan
rumor bahwa aku takut padamu hingga nggak berani keluar rumah? Omong kosong!
Sungguh nggak tahu malu!"
"Sekarang aku sudah muncul!
Kenapa kamu nggak keluar?"
Suara geramnya kembali mengguncang
seluruh kota. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu merasa kepala mereka
berdengung karena suara teriakan yang begitu kuat. Yang lebih mengejutkan,
meski telah dihina sedemikian rupa, Guru Negara tetap tidak memberikan
tanggapan!
Davina menggigit bibirnya dengan
geram. Dasar tua bangka pengecut!
No comments: