Bab 2664
Di bawah tatapan terkejut semua
orang, sosok Saka berdiri tegak di tengah arena. Aura yang menguar darinya
bagaikan gunung berapi yang meletus, menyebar dengan kecepatan kilat dan dalam
sekejap saja, telah menyelimuti seluruh kediaman keluarga Syahrir!
Kerumunan yang menyaksikan kejadian
itu langsung membeku di tempat.
Saka?
Dia muncul di sini... dan bahkan
telah menangkap Adelia. Bukankah itu berarti...
"Yang Mulia, cepat pergi! Kita
kalah!"
Teriakan putus asa Adelia menggema di
udara, menghantam keheningan yang menelan seluruh tempat.
Ardion terpaku sesaat, sulit
mempercayai kenyataan ini. "Bukankah masih ada Tetua Agung? Dia ... "
Adelia menggigit bibirnya, wajahnya
pucat pasi. Dengan suara penuh kepahitan, dia berkata, "Tetua Agung... Dia
sudah mengusirku dari sekte... Dia telah berdamai dengan Saka!"
Kata-kata itu meledak seperti bom
besar di tengah kerumunan, membuat semua orang terbelalak dalam keterkejutan
yang tak terlukiskan.
Perubahan mendadak ini benar-benar
mengejutkan, membuat mereka sulit untuk segera mencerna kenyataan yang ada.
Sementara itu, di sudut lain, lelaki
tua berwajah gelap dari Prastya diam-diam menggertakkan giginya.
"Berengsek, bocah ini memang bukan lawan yang mudah ditangani..."
ujarnya.
Tatapannya kemudian beralih ke wanita
bertopeng di sampingnya. Dengan suara lirih, dia berkata, " Nona,
bagaimana menurutmu?"
Wanita itu menatap Saka dalam diam,
lalu tiba-tiba tersenyum. Suaranya mengandung pesona aneh yang sulit
dijelaskan, nadanya penuh ketertarikan, " Jika dia benar-benar kalah di
tangan Ardion, maka dia akan mengecewakanku. Saka hanya boleh mati di
tanganku."
"Kalau begitu sekarang
"Lelaki tua itu tampak makin serius.
Baginya, Ardion ataupun Putra Mahkota
Negara Elang sama sekali tidak penting. Tidak sebanding dengan satu persen
nilai Saka di mata mereka.
Mereka mengira kali ini akan menjadi
kesempatan sempurna untuk menyingkirkan Saka, tetapi ternyata segalanya kembali
berubah tak terduga.
"Nggak perlu ikut campur."
Tatapan wanita itu mengandung senyum
tipis. "
Biarkan dia membunuh... Aku selalu
menikmati saat melihatnya membantai."
Lelaki tua itu terdiam.
Dia hanya bisa menarik napas panjang
dan menggelengkan kepala dengan pasrah.
Saat itu, alis Saka tiba-tiba sedikit
berkerut. Dia merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya. Tatapannya hampir
saja menyapu sekeliling untuk mencari sumbernya, tetapi suara Ardion lebih dulu
terdengar.
"Sepertinya aku kalah dalam
putaran ini. Sekarang... kita bisa bicara," ujarnya saat menatap Saka
dengan kelam.
Bernegosiasi dengan seorang
pemberontak? Itu benar-benar menjatuhkan harga dirinya.
Namun, perubahan sikap Tetua Agung
membuatnya cemas. Dia tidak ingin terus bertarung melawan Saka tanpa kepastian.
"Bicara?"
Saka tertawa pelan. Sambil tetap
mencengkeram Adelia, dia melangkah maju mendekati Ardion. Senyum sinis terukir
di sudut bibirnya. "Nyawamu sekarang ada di tanganku. Kamu pernah melihat
seorang pemburu berunding dengan buruannya?" balasnya.
"Berhenti di tempat!"
Beberapa tetua dari keluarga-keluarga
berpengaruh yang berdiri di sisi Ardion langsung berteriak panik, "Jangan
maju lagi! Kalau kamu berani menyentuh Putra Mahkota, maka kamu..."
"Kalau aku nggak menyentuhnya,
Negara Elang juga nggak akan memburuku, begitu?"
Saka tertawa dingin, tetapi
langkahnya tidak melambat sedikit pun.
Para tetua itu menggertakkan gigi
mereka. Namun, alih-alih menyerang Saka, mereka memilih opsi lain.
Mereka berbalik dan bergegas
melindungi Ardion, berniat menerobos keluar dari kediaman keluarga Syahrir!
Selama mereka bisa keluar, Negara
Elang masih
memiliki kekuatan di balik layar.
Namun, ... Swish! Saka tiba-tiba
mengayunkan pedang setengah jadi.
Cahaya pedang melesat tajam di udara!
Tubuh para tetua yang berusaha
melindungi Ardion tiba-tiba membeku di tempat. Sejenak, waktu terasa
berhenti... lalu mereka terjatuh satu per satu, darah membanjiri lantai.
Saka telah mengaktifkan Teknik
Penerobos Surgawi.
Selain sosok sekuat leluhur
tertinggi, tak ada seorang pun yang bisa bertahan di hadapannya.
Ardion berdiri di antara tumpukan
mayat, wajahnya langsung pucat pasi.
Dia tahu betul bahwa Saka sangat
kuat, tetapi belum pernah menyaksikan sendiri bagaimana pria itu membunuh
dengan tangannya sendiri. Kini, setelah melihatnya secara langsung, jantungnya
seakan berhenti berdetak.
Tatapan Saka tetap dingin dan tak
berperasaan.
Saat dia melangkah makin dekat,
ekspresi para pengawal di sekitar Putra Mahkota berubah drastis. Mereka
buru-buru merapat, membentuk barikade di sekeliling Ardion.
Mereka tahu betul bahwa mereka bukan
tandingan Saka,
Namun, jika Putra Mahkota mati dan
mereka masih hidup, maka seluruh keluarga mereka akan dihukum mati. Tak hanya
mereka, tetapi sembilan generasi mereka akan dimusnahkan!
Namun, saat semua orang sedang
bersiap mempertaruhkan nyawa, Ardion tiba-tiba melangkah maju, melewati mereka,
dan berdiri langsung di hadapan Saka.
"Yang Mulia!"
Teriakan panik langsung terdengar
dari para pengawalnya.
Ardion menatap tajam ke arah Saka dan
berkata dengan nada tenang, "Dia datang untukku. Ini bukan urusan
kalian."
No comments: