Bab 2665
"Tapi ... tapi... "
"Kalian bukan tandingannya. Jika
tetap melawan, kalian hanya akan mati sia-sia. Jangan buat pengorbanan yang tak
perlu," ujar Ardion dengan tenang.
Tanpa sedikit pun menoleh ke
belakang, tatapannya tetap terarah pada Saka, sama sekali tak menunjukkan
ketakutan. "Nyawaku kuserahkan padamu. Tapi jangan bunuh mereka yang tak
bersalah," lanjutnya.
Kata-kata itu membuat semua orang
yang hadir merasa terguncang.
Saka menatap wajahnya yang tenang dan
tak gentar. Sekilas, ada sedikit rasa terkejut dalam benaknya.
Awalnya, dia mengira Ardion hanyalah
seorang oportunis, seorang yang memanfaatkan absennya Guru Negara untuk
mengumpulkan dukungan dan meningkatkan pamornya. Namun, melihat sikapnya
sekarang, sepertinya pria itu memang memiliki keberanian yang patut
diperhitungkan.
Saka tersenyum tipis dan mengangguk.
"Lumayan, kamu punya nyali. Baiklah, aku tak akan mempersulitmu. Ikut
denganku," ujarnya.
Selesai berkata, dia berbalik dan
mulai melangkah pergi.
"Ke mana?" Ardion tertegun.
Saka menoleh sedikit, senyumannya
makin melebar. "Ke istana Kekaisaran," jawabnya.
Menculik Putra Mahkota dan... ke...
Istana Kekaisaran?
Semua orang yang mendengar itu
langsung terbelalak!
Gila, benar-benar gila!
Ini sudah bukan sekadar pemberontakan
lagi, ini adalah tantangan terang-terangan terhadap kekuasaan tertinggi!
Kaisar pasti akan menghajarnya sampai
mati!
"Kamu ingin menggunakanku untuk
mengancam Ayahanda, agar dia memberimu jalan keluar?" tanyanya santai.
Ardion justru menaikkan alisnya.
Alih-alih panik atau terkejut, dia malah tersenyum samar.
Setelah menangkap seseorang sepenting
dirinya, langkah berikutnya tentu saja adalah menuntut tebusan atau negosiasi
untuk melarikan diri.
Jika dipikir-pikir, ini cukup masuk
akal.
"Menculik Putra Mahkota dan
bernegosiasi dengan Kaisar ... kamu juga punya nyali besar," ujar Ardion
lalu melirik ke arah para pengikutnya yang masih berdiri di belakangnya. Dengan
nada datar, dia berkata, "Catat hari ini dalam sejarah. Biarkan anak cucu
kita mengingatnya turun-temurun, agar mereka nggak pernah melupakan penghinaan
ini!"
"Yang Mulia ... "
Para pengawal dan pejabat di sekitar
Ardion tampak terkejut, tetapi mereka hanya bisa menyaksikan dengan mata kepala
sendiri saat Putra Mahkota melangkah mengikuti Saka keluar dari kediaman
keluarga Syahrir.
Dalam sekejap, tempat itu berubah
menjadi lautan kekacauan!
Menculik Putra Mahkota Negara Elang?
Sejak Kaisar Pendiri, hal seperti ini
belum pernah terjadi!
Ini penghinaan terbesar!
"Ini tidak bisa dibiarkan!"
teriak seseorang marah, suaranya menggema di seluruh tempat.
"Cepat kirim pesan ke semua
leluhur keluarga besar! Semua harus bergerak untuk menyelamatkan Putra
Mahkota!" perintahnya.
Dalam hitungan detik, pesan-pesan
darurat dikirim dengan kecepatan kilat.
Putra Mahkota telah ditangkap!
Saka harus dibunuh!
Di tengah hiruk-pikuk itu, lelaki tua
berwajah gelap hanya mencibir kecil. Dia menoleh ke arah wanita bertopeng di
sampingnya dan berbisik dengan nada gembira, "Negara Elang kembali
kacau."
Wanita itu tersenyum samar.
"Menculik Putra Mahkota, lalu menuntut tebusan dari Kaisar ... Saka, kamu
memang nggak pernah mengecewakanku," balasnya.
Lalu, dengan ekspresi penuh minat,
dia menatap lelaki tua itu dan menambahkan, "Kekuatan destruktif Saka jauh
lebih besar dari kita. Aku nggak kecewa."
"Tapi kekacauan yang bisa dia
buat pasti ada batasnya. Sekarang saat yang tepat! Dengan semua perhatian
tertuju padanya, bukankah kita sebaiknya bergerak sekarang?"
Lelaki tua itu terlihat gelisah,
seolah tak sabar menunggu momen ini.
Wanita itu tidak langsung menjawab. Tatapannya
tertuju pada kekacauan di luar, lalu perlahan menggeleng. "Sudah mentok?
Aku rasa nggak," jawabnya.
Lelaki tua itu sedikit terkejut.
"Tapi ini semua keluarga besar bersatu mengepungnya! Bahkan Adriel tewas
dalam situasi seperti ini... Apalagi Saka?
Wanita itu hanya tersenyum tipis,
menggeleng pelan. "Aku ingin melihat lebih jauh," balasnya.
Dia kembali menatap ke arah bayangan
Saka yang perlahan menghilang dari pandangan, matanya penuh dengan rasa ingin
tahu. "Aku ingin tahu... apakah dia bisa melakukan sesuatu yang bahkan
Adriel pun nggak sanggup," tambahnya.
Sementara itu, di Istana Kekaisaran
Di dalam aula yang megah dan penuh
wibawa, suasana terasa begitu sakral.
Para pejabat tinggi, termasuk Genta,
berdiri berbaris di kedua sisi, menghadapi seorang pria paruh baya yang duduk
di atas singgasana naga. Hari ini, sosok Kaisar yang biasanya berpakaian
sederhana mengenakan jubah naga emas, memperlihatkan aura penguasa sejati.
Dengan ekspresi puas, dia berkata
dengan suara berat, "Ardion benar-benar telah menunjukkan taringnya kali
ini." Senyumnya makin lebar. "Di bawah tekanan Guru Negara, dia tetap
berani bertindak. Setelah Saka mati, pamornya akan mencapai puncak. Posisi
Putra Mahkota pun nggak akan ada yang berani menggoyangnya lagi. Besok aku akan
mengeluarkan dekret kekaisaran. Aku akan menetapkan Ardion sebagai Putra
Mahkota Negara Elang. Semoga dalam sepuluh tahun ke depan, dia bisa makin
matang. Saat itu tiba, aku bisa dengan tenang menyerahkan tahta
kepadanya."
Seisi aula menjadi hening. Sejak
berdirinya kerajaan, telah ditetapkan bahwa seorang Kaisar hanya boleh
memerintah selama dua puluh tahun. Setelah itu, dia wajib turun takhta. Jika
kultivasinya cukup tinggi, dia akan pergi ke Dunia Roh untuk melanjutkan
pertapaannya. Jika tidak, dia akan memasuki Lembah Rahasia Kekaisaran,
mengabdikan sisa hidupnya untuk studi dan meditasi.
Kaisar saat ini telah memerintah
selama sepuluh tahun, yang berarti, hanya tersisa sepuluh tahun lagi sebelum
dia harus turun takhta.
Kalimat barusan bukan sekadar ucapan
biasa. Itu adalah pengumuman tidak langsung kepada dunia, bahwa takhta ini
sudah dipersiapkan untuk Ardion.
Yang tersisa sekarang hanyalah
menunggu dekret kekaisaran diturunkan, lalu semuanya akan resmi...
No comments: