Bab 2666
"Semua ini karena kebijaksanaan
Yang Mulia! Yang Mulia telah memilih Putra Mahkota yang tepat!"
Pejabat sipil dan para menteri
tertawa sambil menyanjung, "Selain itu, bahkan Guru Negara pun nggak
berani turun tangan. Itu karena dia tahu ada Yang Mulia yang mendukung Putra
Mahkota dari balik layar. Rupanya, di dalam hatinya, dia masih sangat
menghormati Yang Mulia!"
Puji-pujian pun segera mengalir deras
seperti air pasang.
Namun, Kaisar hanya duduk di atas
singgasana naga, menopang dagunya dengan satu tangan, menatap para pejabat di
bawahnya dengan ekspresi tenang, seolah hanya seorang penonton yang menyaksikan
sebuah pertunjukan yang membosankan...
Tiba-tiba, dia bergumam pelan,
"Nggak menarik."
Suaranya sangat lirih, nyaris seperti
bisikan.
Namun, karena semua orang di ruangan
itu sedang fokus padanya, kata-kata tersebut langsung menarik perhatian mereka.
"Apa maksud Yang Mulia?"
tanya Genta, salah satu pejabat utama, dengan hati-hati.
Kaisar akhirnya mengangkat
pandangannya, tersenyum samar. "Nggak ada. Barusan kita sedang membahas
apa?" tanyanya.
Kaisar ini, sejak naik takhta,
dikenal sebagai penguasa yang lembut dan bijaksana. Dia hampir tidak pernah
menunjukkan sikap otoriter khas seorang raja.
"Kami sedang membahas para
pemberontak yang
harus dihukum!" kata Genta.
"Mereka sudah
menunggu di luar untuk diadili!"
Kaisar mengangguk asal-asalan.
Sesaat kemudian, dua sosok dikawal
masuk ke dalam aula oleh dua master ilahi tingkat sembilan, Davina dan Logan.
Tangan mereka terikat, tetapi mereka tetap menolak untuk berlutut. Sampai
akhirnya, pengawal di belakang mereka menendang lutut mereka dengan kasar,
memaksa mereka bertekuk lutut di hadapan Kaisar.
Logan tetap diam, ekspresinya dingin
dan tanpa emosi.
Namun, Davina mengangkat kepalanya, menatap
Kaisar dengan tatapan penuh amarah. "Kamu berani melanggar aturan Guru
Negara?" teriaknya.
"Kurang ajar!"
Plak! Genta langsung menampar wajah
Davina dengan keras, sorot matanya penuh amarah. "Sudah di ambang kematian
masih saja nggak tahu diri!" marahnya.
Dia hendak mengayunkan tangannya
lagi, tetapi Kaisar mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar dia mundur.
Tatapan Kaisar beralih ke Davina, dan
dengan senyum lembut dia berkata, "Davina ... mengapa jany memberontak?
Kamu adalah adik kandungku, tapi memilih berpihak pada orang luar dan
menentangku. Aku sungguh tidak nggak, tapi hukum adalah hukum, aku nggak bisa
melindungimu dari hukuman."
"Memberontak?"
Davina menatapnya dengan penuh
kemarahan dan berteriak, "Saat pertempuran melawan Enam Jalur Puncak
Kematian yang menyerbu Kota Sentana, kalau bukan karena Guru Negara, kamu sudah
mati! Tapi sekarang, kamu malah mengkhianatinya dan membunuh
murid-muridnya!"
Aula mendadak sunyi. Beberapa pejabat
tampak sedikit gelisah. Apa yang dikatakan Davina memang benar, dari sudut
pandang moral, keputusan Kaisar ini sulit dibenarkan.
Tak ingin mendengar lebih jauh,
beberapa pejabat segera bergerak, bermaksud membungkamnya sebelum dia bisa
mengucapkan lebih banyak.
"Omong kosong! Yang Mulia adalah
Kaisar, dilindungi oleh Aura Naga Kerajaan! Bahkan tanpa campur tangan Guru
Negara, bagaimana mungkin pemberontak dari Enam Jalur Puncak Kematian bisa
berhasil?"
"Sebagai Guru Negara, melindungi
kerajaan adalah tugasnya! Apa yang luar biasa dari itu?"
Namun, Davina makin marah. Dengan
suara lantang, dia berteriak, "Kalian semua orang tua buta! Memang benar
kami adalah pemberontak, tapi yang kami lawan bukanlah Negara Elang, melainkan
seorang kaisar pengkhianat yang lupa budi! Dan kamu, Sean Arlon! Kamulah
pengkhianat sesungguhnya! Kamulah yang menghancurkan Negara Elang dan
mengkhianati para pahlawan!"
Sean Arlon, nama asli sang Kaisar.
Seisi aula mendadak gempar! Para
pejabat langsung bergerak, siap menindaknya.
Namun, Kaisar mengangkat satu tangan,
memberi isyarat agar mereka berhenti. Dia tersenyum tipis dan berkata,
"Adikku tampaknya memiliki banyak keluhan terhadapku. Biarkan dia
melampiaskannya. Toh, selain mengumpat, dia nggak bisa melakukan apa pun
kepadaku."
Davina menggertakkan giginya.
Kemarahannya membara, tetapi dia tahu, dia memang tak bisa berbuat apa-apa.
"Sean! Kamu munafik! Orang lain
mungkin nggak mengenalmu sebaik aku, tapi aku tahu siapa dirimu
sebenarnya!" teriak Davina sambil menatapnya dengan penuh kebencian.
"Dulu aku meninggalkan keluarga kerajaan dan bergabung dengan Guru Negara
karena aku muak dengan wajah palsumu itu! 11
"Haisss..."
Kaisar hanya menghela napas pelan,
menggelengkan kepala seolah menyesali sesuatu." Davina ... Sungguh
menyedihkan bahwa kamu salah paham begitu dalam tentangku. Aku telah berusaha
sebaik mungkin untuk membimbingmu, tetapi kamu tetap nggak mau mengerti."
Dia menatapnya dengan ekspresi penuh belas kasihan dan menambahkan,
"Meskipun kamu telah melakukan kesalahan besar, aku nggak akan menghukummu
dengan kejam. Aku masih akan menyelamatkan nyawamu."
"Hah! Kalau begitu, lebih baik
kamu bunuh aku!" balas Davina dengan dingin, menolak belas kasihan itu.
"Kurang ajar!" bentak salah
satu pejabat, wajahnya penuh amarah. "Yang Mulia telah menunjukkan
kemurahan hati yang luar biasa! Kamu masih berani membangkang? Sebagai putri
tertua kekaisaran, kamu telah mencoreng nama keluarga kerajaan!"
"Yang Mulia, pemberontak seperti
ini seharusnya dihukum mati! Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden
buruk!"
Para pejabat dan bangsawan kerajaan
pun mulai berseru, mendesak Kaisar agar menjatuhkan hukuman berat pada Davina.
Namun, Kaisar hanya melambaikan
tangan, seolah tidak mau memikirkan Davina lebih lanjut. Tatapannya kemudian
beralih ke Logan. Dengan nada santai, dia bertanya, "Dan kamu? Apa
alasanmu memberontak?"
Logan menatapnya dengan mata memerah,
suaranya penuh kebencian saat membalas, "Kamu masih bertanya? Dulu,
keluarga Romli begitu kuat, hampir tak tergoyahkan. Tapi kemudian, kamu
merekayasa sebuah perubahan besar, menghancurkan keluargaku, membuat kami kehilangan
penerus. Dan kamu bertanya kenapa aku memberontak?"
Kaisar menghela napas pelan, seolah
sudah menduga jawaban itu. "Jadi kamu masih menyimpan dendam,"
ujarnya.
Dia tampak menyesal, tetapi tak ada
kejutan di matanya. "Aku tahu... insiden itu telah membuatmu terluka.
Namun, aku nggak punya pilihan lain," lanjutnya. "Karena itu, aku
berniat menebusnya. Aku ingin menikahkan salah satu putri kerajaan denganmu
sebagai bentuk penghormatan kepada keluargamu. Dengan begitu, keluarga Romli
bisa mendapatkan kembali status dan kehormatannya. Tapi... kamu telah bertahan
begitu lama, kenapa sekarang kamu nggak mau bertahan lagi?"
Senyumnya sedikit melebar.
"Karena Saka?"
Logan tidak menjawab.
"Kamu berpikir Saka bisa
mengangkat kembali kejayaan keluargamu?" ujar Genta sambil terkekeh
dingin.
"Sayangnya, kamu salah
langkah!" tambahnya.
"Saka memang berbakat. Tapi,
bakat pun harus tunduk pada kekuasaan! Berani menentang tahta, berarti bersiap
untuk mati!"
Kaisar berkata dengan santai,
"Mulai sekarang, keluarga Romli akan dibagi dua. Setengah dari kekuatan
mereka akan masuk ke dalam keluarga kerajaan, sementara setengahnya akan
tersebar di berbagai keluarga bangsawan di Kota Sentana. Anggap saja ini
sebagai kompensasi atas kejahatan yang dilakukan oleh Saka."
Kata-kata itu membuat banyak orang di
aula saling bertukar pandangan.
Sebagian merasa senang karena mereka
bisa mendapatkan keuntungan dari kehancuran keluarga Romli. Namun, sebagian
lainnya mulai merasa cemas... Kekuasaan Kaisar makin terkonsolidasi.
Dulu, tujuh keluarga besar masih bisa
menyeimbangkan kekuasaan kerajaan, tetapi setelah hari ini? Siapa yang masih
bisa menentang tahta?
Setelah hari ini, siapa yang berani
menentang Kaisar? Di bawah kekuasaan tahta, semua hanyalah semut belaka.
Tatapan semua orang pun berangsur
berubah, tidak hanya kagum, tetapi juga penuh ketakutan ...
No comments: