Bab 2667
Dalam pemberontakan kali ini, yang
tewas hanyalah para bangsawan dan pemberontak. Kaisar hanya mengorbankan nyawa
seorang putranya yang dianggap tak berguna, tetapi berhasil menekan Guru Negara
dan para pejabat tinggi. Pada akhirnya, dialah pemenang sejati!
"Karena Davina begitu
menginginkan kematian, dan para menteri juga terus mengajukan petisi agar dia
dihukum, maka bunuh saja semuanya."
Kaisar duduk dengan malas, seolah
kehilangan minat. Wajahnya juga tampak sedikit kesal, mungkin karena Guru
Negara tidak ada di hadapannya...
Dia pun bangkit dan bersiap untuk
pergi.
Para pejabat buru-buru menundukkan
tubuh dan memberi penghormatan.
Sementara itu, Davina dan Logan
menunjukkan reaksi berbeda yaitu yang satu penuh kemarahan, sementara yang lain
tampak tenang, seakan sudah menerima kematian yang akan segera datang.
Namun, tepat pada saat itu...
Tiba-tiba, suara panik yang tajam
menggema di dalam istana. "Paduka! Celaka!"
"Kurang ajar! Berani-beraninya
kamu berteriak seperti itu di hadapan Baginda! Cepat ... " teriak Genta.
Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan
ucapannya, wajahnya mendadak menegang. Pelayan yang berlutut di lantai tampak
pucat pasi, keringat dingin membasahi dahinya saat dia melaporkan dengan suara
gemetar, "Pemberontak Saka... telah menculik Putra Mahkota!"
Keheningan menyelimuti aula besar.
Genta dan para pejabat lainnya
membeku, seperti kehilangan akal.
Davina dan Logan pun langsung
mendongak dan menatap pelayan itu dengan ekspresi tak percaya.
Langkah Kaisar terhenti. Dia menoleh
ke arah pelayan, ekspresi wajahnya yang selama ini datar akhirnya berubah dan
terlihat keterkejutan di sana.
"Apa? Apa yang kamu katakan? Dia
ada di mana sekarang?" teriak Genta sambil meraih kerah pelayan itu.
Namun, sebelum ada jawaban, suara
lantang bergema dari luar aula, melewati gerbang istana dan mengguncang seluruh
kerajaan seperti guntur yang menggelegar!
"Pemberontak ... oh, salah!
Penculik Saka, dengan hormat meminta Paduka Kaisar datang menyelamatkan Putra
Mahkota!"
Suara itu menyeruak seperti badai dan
mengguncang setiap sudut istana!
Para pejabat menggigil karena marah.
Sejak berdirinya Negara Elang, belum
pernah ada penghinaan sebesar ini!
Namun, Kaisar yang berdiri di dalam
aula justru perlahan menyeringai. "Akhirnya ... ini mulai menarik,"
gumamnya.
Saat ini.
Di luar Istana Kekaisaran...
Para penjaga gerbang kerajaan telah
tumbang dan tubuh mereka bertumpuk seperti tumpukan kayu.
Saka duduk santai di depan gerbang
dan satu lengannya erat mencengkeram Adelia yang terus meronta dengan wajah
penuh amarah. Kulit putihnya memerah kebiruan di tempat Saka mencengkeramnya.
Di sisi lain, Ardion berdiri dengan
tangan bersedekap dan menatap Saka tanpa ekspresi.
"Negara Elang nggak kekurangan
ahli. Apa kamu nggak takut akan ada seseorang yang cukup kuat untuk
menundukkanmu?" tanya Ardion dengan nada datar.
"Di kota Sentana nggak ada yang
bisa menundukkanku," ujar Saka sambil terkekeh.
"Apa sebenarnya kartu as yang
kamu miliki?"
Ardion menyipitkan mata, tatapannya
tajam menembus Saka. Jika Saka bisa membuat Tetua Agung mundur, berarti dia
pasti memiliki sesuatu yang sangat kuat. Namun, apa itu?
Saka meliriknya sekilas lalu berkata,
"Kalau aku bilang, kamu bisa mati ketakutan."
Tiba-tiba, tatapannya terangkat.
Dari ujung jalan, seorang lelaki tua
berambut dan berjanggut putih perlahan berjalan mendekat. Langkahnya tampak
santai, seolah tanpa beban, tetapi dalam hitungan detik, dia sudah berdiri
tepat di hadapan Saka.
Orang tua itu memiliki aura anggun,
alis dan matanya menunjukkan kebijaksanaan.
Di sampingnya, seorang pemuda menatap
Saka dengan penuh kekhawatiran. Dengan suara lirih, pemuda itu berkata,
"Kak Saka... "
"Kamu?"
Saka tampak terkejut. Dia mengenali
pemuda itu yaitu Andios, seseorang yang dulu cukup dekat dengannya sebelum
menghilang secara misterius.
Namun, lebih dari itu, tatapannya
beralih ke lelaki tua di sampingnya...
"Guru Kaisar!"
Adelia yang melihatnya langsung
berseru gembira dan matanya berbinar.
Sementara itu, Ardion tetap tenang.
Dengan sopan, dia melangkah maju dan memberi hormat, "Salam hormat, Guru
Kaisar."
Guru Kaisar tersenyum penuh arti dan
berkata, " Putra Mahkota tetap tenang dan nggak panik... memang pantas
menjadi pewaris tahta."
Ardion tersenyum tipis lalu berujar,
"Guru Kaisar terlalu memuji. Aku hanyalah seorang tawanan, pada akhirnya
ini tetap memalukan bagi Negara Elang."
"Menghadapi penjahat seperti
ini, itu hal yang wajar," ujar Guru Kaisar dengan nada lembut.
Tatapannya lalu beralih ke Saka, yang
sedang mengamatinya dengan saksama. Dengan senyum kecil, Guru Kaisar berkata,
"Menculik Putra Mahkota? Kamu adalah orang pertama dalam sejarah yang
melakukannya."
Saka mengangkat bahu, tersenyum sopan
lalu berkata, "Guru Kaisar terlalu berlebihan."
No comments: